Monday, March 21, 2016

Ikan Kembung, Bahan Peda Paling ” Mak Nyus’’



Ikan kembung (Rastrelinger Spp) merupakan salah satu sumber protein yang banyak dikonsumsi masyarakat karena mudah didapat dan harganya murah. Kandungan gizi ikan kembung terdiri dari: energi 103 kkal; protein 22.0 gr; lemak 1.0 gr; kalsium 20 mg; posfor 200 mg; besi 1.0 mg; vit A 9 RE; Vit B 0.1 mg;  Seng 0.6 mg; dan  Omega-3  2,2 gr. 

Ciri-ciri dan penyebaran
Ciri ikan kembung adalah bentuk tubuh seperti torpedo, terdapat selaput lemak pada kelopak mata dengan lapisan insang panjang yang tampak jelas saat mulut terbuka. Sisik garis rusuk berjumlah 120-150; sirip punggung pertama berjari-jari keras 10 buah, sedangkan  sirip punggung kedua berjari-jari lemah sejumlah 11-12; sirip dubur berjari-jari lemah sejumlah 11-12 dan di belakang sirip punggung terdapat 5-6 jari-jari sirip lepas. Ukuran panjang ikan umumnya antara 20-25 cm, dan maksimal dapat mencapai 35 cm.
Ikan kembung banyak terdapat di perairan Indonesia terutama Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Laut Jawa, Selat Malaka, Sulawesi Selatan dan Laut Arafuru. Produksi ikan kembung tahunan di Indonesia  sekitar 200 ribu ton yaitu tahun 2001 mencapai 214.387 ton; tahun 2002 mencapai 221.634 ton; tahun 2003 mencapai 194.427 ton; tahun 2004  mencapai 201.882 ton dan tahun 2005 mencapai 222.032 ton. Ikan kembung merupakan salah satu jenis ikan pelagis kecil yang tersedia hampir sepanjang tahun, serta tidak mengenal musim. Jenis-jenis yang banyak terdapat di Indonesia adalah kembung jantan / banjar (Rastrelinger kanagurta) dan kembung betina (Rastrelinger brachysoma).

Peda kembung lebih populer
Pengawetan ikan secara tradisional bertujuan untuk memperpanjang umur simpan dengan cara mengurangi kadar air dalam tubuh ikan, sehingga tidak memberikan kesempatan bagi bakteri untuk berkembang biak. Untuk mendapatkan hasil olahan yang bermutu tinggi diperlukan perlakuan yang baik selama proses pengawetan seperti: menjaga kebersihan bahan dan alat yang digunakan, menggunakan ikan yang masih segar, serta garam yang bersih. Berbagai cara pengawetan ikan, antara lain dengan penggaraman, pengeringan, pemindangan, pengasapan dan  peragian, serta  pendinginan ikan.  
Salah satu olahan ikan kembung yang populer di masyarakat adalah peda. Peda merupakan salah satu hasil olahan ikan yang dilakukan dengan cara kombinasi antara penggaraman dan peragian dengan tujuan agar ikan lebih awet dan tahan lama. Harga ikan peda di pasaran relatif lebih mahal daripada ikan segarnya, misalnya di Pasar Grosir Rejomulyo harga peda Rp. 11.000,-/kg, sedangkan harga kembung segar  hanya sekitar Rp. 6.500,- /kg.
Ikan peda termasuk ikan asin favorit dan umumnya disajikan dengan cara digoreng menggunakan bumbu bawang merah, bawang putih, cabe hijau dan merah serta pete. Ikan peda dapat dijumpai dibeberapa supermarket dengan kemasan relatif baik dan harganya dua kali lipat dibandingkan dengan harga di pasar tradisional.
Proses pembuatan peda ikan kembung meliputi pembuangan dan pencucian isi perut ikan; proses penggaraman dengan cara penyusunan dalam bak yang diselang-seling; penutupan dan penyimpanan selama 4-7 hari (peragian tahap I); penjemuran selama 2-3 jam dengan mengeluarkan ikan dari bak; penganginan selama satu malam; dan kemudian pengemasan dalam peti kayu yang tertutup rapat; penyimpanan sekitar 1-3 bulan (peragian tahap II); dan penjemuran agar tidak terlalu basah.

Pemasaran ikan kembung segar
Monitoring harga ikan kembung segar di tingkat produsen dilakukan di PPN Ambon, PPN Brondong Lamongan, PPN Pekalongan dan PPN Prigi Trenggalek. Selama bulan Januari- Agustus 2007, harga ikan kembung segar tertingi terdapat di PPN Pekalongan pada bulan Juli yang mencapai Rp. 9.875,-/kg, sementara itu harga terendah terjadi di PPN Ambon pada bulan Agustus yaitu sebesar Rp. 3.000,-/kg.  

Perkembangan harga ikan kembung segar di tingkat eceran yaitu Pasar Antasari Banjarmasin, Pasar Bringharjo Yogyakarta dan Pasar Cinde Kota Palembang  selama bulan Januari- Agustus 2007 cukup bervariatif. Harga tertinggi terjadi pada bulan Juli di Pasar Antasari Banjarmasin yang mencapai Rp. 18.200,- /kg, sementara itu harga terendah terjadi pada bulan Januari di Pasar Bringharjo Yogyakarta sebesar Rp. 10.000,-/kg. Pasokan ikan kembung segar yang masuk ke beberapa pasar tradisional di Kota Palembang berasal dari Musi Rawas, Muara Enim, Lahat, Banyuasin dan Ogan Komering Ilir. 

Monday, March 14, 2016

Seputar Ikan Belida


Ciri-ciri Ikan Belida
Ikan belida termasuk dalam Filum Chordata, Kelas Actinopterygii, Ordo Osteoglossiformes, Famili Notopteridae, Genus Chitala dengan spesies Chitala chitala, C. blanci, C. lopis, C. ornata, Genus Notopterus dengan spesies Notopterus notopterus, Genus Papyrocranus dengan spesies Papyrocranus afer, Genus Xenomystus dengan spesies Xenomystus nigri.
Ciri ikan belida meliputi sirip dubur sangat panjang mulai dari belakang sirip perut sampai sirip ekor. Ikan belida berukuran sedang,  panjang maksimum 100 cm dan berat rata-rata 0,5-1 kg, sementara di alam dapat mencapai 2 - 4 Kg. Bentuk badannya pipih dengan kepala yang berukuran kecil dan di bagian tengkuknya terlihat bungkuk. Rahang atas letaknya jauh di belakang mata, badan tertutup oleh sisik yang berukuran kecil. Sisik di bagian punggungnya berwarna kelabu sedangkan di bagian perutnya putih keperakan.  Pada bagian sisinya terdapat lingkaran putih seperti bola-bola hitam yang masing-masing dikelilingi lingkaran putih. Dengan bertambahnya umur, hiasan tubuh ikan belida akan hilang dengan sendirinya dan diganti oleh garis-garis kehitaman. Sistem reproduksi ikan ini dengan bertelur. Ikan belida merupakan ikan air tawar yang bersifat predator pada ikan lainnya atau pemangsa dan nokturnal (aktif pada malam hari). Pada siang hari biasanya bersembunyi diantara vegetasi/ tanaman air.

Sentra Produksi Ikan Belida
Ikan belida (Famili: Notopteridae) merupakan salah satu ikan air tawar yang banyak ditemui di perairan waduk, rawa dan sungai. Pada awalnya ikan belida tersebar di kawasan Asia Tenggara dan India. Di Indonesia belida hidup di anak-anak sungai besar yang bersebelahan dengan daerah rawa   pada wilayah Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Lampung, Jawa Timur, Jawa Barat, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur. Di Sumatera Selatan khususnya terdapat di daerah Ogan Komering llir, Ogan Komering Ulu, Muara Enim, Musi Banyuasin, Mursi Rawas, Palembang dan sebagian kecil daerah Kabupaten Lahat. Menurut masyarakat Sumatera Selatan, belida artinya makhluk yang pandai berdiplomasi (be = punya, lida = lidah, pandai bersilat lidah) Istilah Indonesia: Belida, Lopis dan BalidaSaat ini, populasi ikan belida  mulai menurun, hal ini dikarenakan pembibitan secara alami sukar dilakukan sehingga perlu budidaya belida. Ikan belida akan bertelur di musim hujan dan biasanya ikan ini akan mencari tempat-tempat yang banyak terdapat ranting-ranting pohon. Selain itu, ikan ini juga sangat sensitif dengan lingkungan sekitar sehingga ikan belida sulit untuk melakukan pembenihan secara alami.

Pengolahan ikan belida
Ikan belida banyak diolah menjadi pempek, kerupuk ikan, bakso ikan dan pindang. Pempek merupakan salah satu makanan khas dari  Sumatera bagian Selatan dan Timur. Pempek  dibuat dari tepung tapioka serta daging ikan yang dihaluskan.  Jenis ikan yang biasa diolah menjadi pempek kualitas terbaik  berasal dari  jenis ikan sungai yaitu belida, sedangkan kualitas berikutnya diolah dari ikan gabus. Saat ini, ikan belida  relatif jarang ditemukan di perairan Sumatera Selatan. Ikan belida yang digunakan untuk bahan baku pempek umumnya berukuran berat lebih dari tiga kilogram per ekor.

Pemasaran Ikan Belida
Ikan belida banyak di jual di pasar-pasar tradisional yang meliputi Pasar Antasari Banjarmasin, Pasar Angsa Duo Jambi, Pasar Besar Palangkaraya dan Pasar Cinde Palembang. Harga ikan belida di Pasar Cinde Palembang pada bulan April- Mei 2008 relatif lebih tinggi yaitu Rp. 80.000,-/kg, sementara di Pasar Antasari sekitar Rp. 36.200,-/kg; Pasar Angsa Duo Jambi Rp. 60.000,-/kg dan di Pasar Besar Palangkaraya sekitar Rp. 35.000,-/kg.  Perbedaan harga ini terjadi karena pasokan ikan belida di Kota Palembang relatif berkurang dan sementara permintaan relatif meningkat terutama untuk bahan pembuatan pempek  dan bahan tambahan kerupuk.
Ikan belida juga banyak digunakan sebagai ikan hias karena bentuk dan warnanya yang unik. Tubuh ikan belida atau yang biasa disebut ikan naga ini menyerupai huruf “s” horizontal, dengan warna hitam pekat dan berbadan pipih  menjadi daya tarik untuk dijadikan ikan hias. Jenis ikan sungai asli Sumatera  dan Kalimantan ini mulai diminati sejak satu tahun terakhir. Permintaan terus meningkat mulai dari ukuran kecil sampai  ukuran besar. Harga yang masih relatif murah dibanding jenis ikan hias lainnya juga menjadi faktor penting lainnya.


















Sunday, March 06, 2016

Ikan Jelawat, Pasarnya Semakin Meningkat




Klasifikasi dan Morfologi Ikan Jelawat
Ikan jelawat (Leptobarbus hoevenii) merupakan jenis ikan asli Indonesia yang dapat ditemui pada beberapa sungai di Pulau Sumatera dan Kalimantan. Ikan jelawat termasuk dalam Genus Leptobarbus, yang  mempunyai 5 spesies yaitu Leptobarbus hoevenii, L. Hosii, L. Melanopterus, L. Melanotaenia dan L. rubripinnis. Secara umum  klasifikasi ikan jelawat meliputi Phylum Chordata, Kelas Actinopterygii, Ordo Cypriniformes, Famili Cyprinidae, Genus Leptobarbus dan Spesies Leptobarbus hoevenii.  
Secara morfologi, ikan ini memiliki bentuk tubuh agak bulat dan memanjang, kepala bagian sebelah atas agak mendatar, mulut berukuran sedang, garis literal tidak terputus, bagian punggung berwarna perak kehijauan dan bagian perut putih keperakan. Pada sirip dada dan perut terdapat warna merah, gurat sisi melengkung agak kebawah dan berakhir pada bagian ekor bawah yang tidak berwarna kemerah-merahan dan mempunyai 2 pasang sungut.

Produksi Ikan Jelawat
Ikan jelawat tidak terlalu populer seperti ikan mas dan nila, hanya dikenal pada kalangan tertentu, hal ini terjadi karena ikan jelawat tidak ditemukan di setiap daerah dan hanya ada di daerah asalnya, yaitu Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Jambi, Kepulauan Bangka Belitung, Bengkulu, Lampung, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur. Pengembangbiakan ikan jelawat biasanya menggunakan karamba bambu, kayu atau jaring. Karamba ditempatkan di perairan umum dengan arus tenang yang dalamnya lebih dari dua meter pada musim kemarau.  Saat ini, produksi ikan jelawat lebih banyak mengandalkan hasil tangkapan di perairan umum. 

Pemasaran ikan jelawat
Ikan jenis ini memiliki nilai ekonomi penting karena harganya relatif cukup mahal di pasaran dan mulai jarang ditemukan di perairan umum. Ikan jelawat banyak dikonsumsi di Kalimantan, Sumatera  serta di negara   Malaysia dan Singapura. Di Kota Palangkaraya, ikan jelawat merupakan salah satu ikan favorit, terutama untuk memenuhi kebutuhan rumah makan. Salah satu rumah makan yang menyajikan menu ikan jelawat adalah Rumah Makan Matahari. Di Rumah Makan ini tersedia menu dari ikan jelawat diantaranya jelawat tim tauco, jelawat goreng, jelawat asam manis dan jelawat masak kecap.
Sementara itu, pasokan ikan jelawat yang dijual di Pasar Besar Palangkaraya berasal dari Kabupaten Pulang Pisau, Seruyan, Katingan dan Kotawaringin Timur. Harga ikan Jelawat di Pasar Besar Palangkaraya sekitar Rp. 35.000,- - RP. 38.000,-/kg. Jumlah pedagang ikan jelawat di Pasar Besar Palangkaraya sekitar 8 pedagang dengan penjualan rata-rata per hari sekitar 100-200 kilogram.  Di Sungai Kahayan Kota Pontianak, jelawat mulai dibudidayakan dengan menggunakan karamba. Menurut Pak Rosli salah satu pembudidaya jelawat,  ikan ini dapat dipanen setelah berumur sekitar 6-12 bulan dengan ukuran 1-2 kilogram per ekor. Satu karamba dengan ukuran 4 x 4 meter dapat menampung benih sekitar 1000 ekor. Jenis pakan yang biasa diberikan adalah dedak, bungkil, daun ubi dan pakan buatan.
Keberadaan ikan jelawat di alam mulai menurun jumlahnya, rata-rata ikan yang tertangkap hanya berukuran 2 kilogram per ekor.  Budidaya ikan jelawat perlu dikembangkan karena ikan ini banyak dicari orang, terutama orang-orang yang pernah merasakan dagingnya. Harga ikan  jelawat cukup tinggi dan dapat membawa keuntungan bagi pembudidaya dan pedagang. Selain itu juga, untuk kegiatan pelestarian karena populasi ikan jelawat sudah berkurang akibat penangkapan yang berlebihan dan tidak selektif.