Thursday, February 04, 2016

Kulit Buaya, Yang Langka Yang Diburu



Buaya merupakan salah satu binatang pemakan daging yang dianggap berbahaya dan memiliki banyak konotasi negatif di masyarakat seperti istilah buaya darat  serta air mata buaya. Namun dibalik sifat ganas dan seram bentuknya, buaya ternyata memiliki nilai ekonomi tinggi terutama kulitnya yang dapat dijadikan produk kerajinan  tas, dompet, sabuk dan lainnya. Dalam bahasa inggris buaya dikenal sebagai crocodile. Nama ini berasal dari penyebutan orang Yunani terhadap buaya yang mereka saksikan di SungaiNil, krokodilos berasal dari kata kroko, yang berarti ‘batu kerikil’, dan deilos yang berarti ‘cacing’. Mereka menyebutnya ‘cacing bebatuan’ karena mengamati kebiasaan buaya berjemur di tepian sungai yang berbatu-batu.
Secara umum, buaya hidup pada habitat perairan tawar seperti sungai, danau, rawa dan lainnya. Perbedaan habitat hidupnya juga menunjukan perbedaan jenisnya, pada perairan tawar biasanya hidup buaya jenis Crocodylus novaeguineae dan Tomcistoma schlegeli, sementara untuk perairan muara hidup buaya jenis Crocodylus porosus. Makanan utama buaya adalah hewan bertulang belakang seperti ikan, reptil dan mamalia.
Jenis dan Klasifikasi Buaya
Menurut klasifikasinya buaya termasuk dalam Filum Chordata, Kelas Sauropsida, Ordo crocodilia, Famili Crocodylidae dan memiliki 8 genus.  Buaya dari genus Alligator terdiri dari 2 spesies yaitu  Alligator mississippiensis, Alligator sinensis; genus Caiman terdiri dari 3 spesies diantaranya Caiman crocodilus, C. latirostris; genus Crocodylus terdiri dari 12 spesies diantaranya Crocodylus acutus, C. cataphractus; genus Gayialis terdiri dari 1 spesies yaitu Gayialis gangeticus; genus Melanosuchus terdiri dari 1 spesies yaitu Melanosuchus niger; genus Osteolaemus terdiri dari 1 spesies yaitu Osteolemus tetraspis; genus Paleosuchus terdiri dari  2 spesies. Di Indonesia diketahu terdapat 6 jenis buaya yang ditemukan yaitu Crocodylus mindorensis (buaya Mindoro), C. novaeguineae (buaya Irian), C. porosus  (buaya muara), C. raninus (buaya Kalimantan), C. siamensis (buaya air tawar) dan Tomistoma schlegelii (buaya Senyulong).

Pemasaran Kulit Buaya
Kulit buaya merupakan salah satu produk  dengan nilai ekonomis tinggi.  Indonesia telah menjadi pengekspor kulit buaya ke beberapa negara diantaranya Singapura, Jepang, Dubai, Australia, Amerika dan Eropa. Menurut Surat Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam dengan Nomor: SK. 06/IV-KKh/2008 tentang kuota pengambilan tumbuhan alam dan penangkapan satwa liar untuk tahun 2008, jenis buaya air tawar Irian (Crocodylus novaeguineae) yang boleh ditangkap dari hábitat alam sebanyak 15.000 ekor. Sementara itu, menurut Surat Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam dengan Nomor: SK.85/IV/Set-3/2008 tentang pembagian kuota ekspor kulit buaya air tawar Irian dari alam tahap kedua (Periode Juli-Desember) Tahun 2008. 
 
Kulit buaya dalam bentuk White blue  termasuk dalam jenis barang  yang diawasi ekspornya dengan  kode HS : 4103.20.000, sehingga dalam  ekspornya hanya dapat dilakukan dengan Persetujuan Menteri Perdagangan dalam hal ini Direktur Ekspor Produk Pertanian dan Kehutanan. Untuk mendapat persetujuan ekspor, perusahaan yang bersangkutan harus mengajukan permohonan tertulis kepada  Direktur Ekspor Produk Pertanian dan Kehutanan Ditjen Perdagangan Luar Negeri Departemen Perdagangan dengan melampirkan  rekomendasi dari Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam Departemen Kehutanan.

Pengolahan Kulit Buaya
Sebelum dibentuk menjadi berbagai jenis produk, pengolahan kulit buaya berasal dari buaya yang telah berumur 2-3 tahun, kulit buaya mentah terlebih dahulu dicuci dan diolah.  Kulit buaya yang telah diolah diberi warna, kemudian disemprot cairan kimia agar dapat bertahan lama, kemudian kulit dijemur diruang pengeringan selama 12 jam dengan suhu 40 oC. Kulit yang telah kering lalu dipoles dan digosok dengan batu akik sehingga warnanya mengkilap dan lebih bercahaya. Setelah seluruh bahan selesai dibuat, selanjutnya dirangkai di ruang produksi sehingga menghasilkan berbagai jenis tas dan aksesoris dari kulit buaya yang berkualitas.

Selain kulit yang dapat dimanfaatkan sebagai produk dengan nilai ekonomis tinggi, daging buaya, taring/ gigi dan cakar buaya juga banyak dimanfaatkan untuk meningkatkan nilai ekonomi. Daging buaya biasanya dikonsumsi  karena dipercaya sebagai obat untuk penyakit asma maupun penyakit kulit dengan harga sekitar Rp. 35.000,-/kg- Rp.  50.000,-/kg.  Sementara itu untuk taring/ gigi biasanya digunakan untuk aksesoris dan cakar kaki buaya dimanfaatkan untuk gantungan kunci. Selain sebagai bahan baku industri  kulit, buaya juga banyak dimanfaatkan sebagai bahan pertunjukan yang dapat mendatangkan nilai ekonomi.
Pelestarian Buaya
Dalam daftar CITES, buaya  jenis Crocodylus novaeguineae dan C. porosus termasuk dalam Appendix II yaitu satwa yang tidak segera terancam kepunahan, tapi mungkin dapat segera terancam punah apabila tidak dilakukan pengendalian perdagangannya dan tidak menghindari pemanfaatan yang tidak sesuai dengan kemampuan hidup satwa tersebut. Oleh karena itu, perdagangan satwa yang masuk dalam Appendix  II dilakukan dengan penerapan sistem kuota.
Penangkaran buaya yang terintegrasi dengan industri kulit ditujukan untuk mengurangi ekspor kulit mentah yang dapat mengurangi nilai jual dari kulit tersebut. Dengan adanya industri pengolahan,  kulit buaya diekspor dalam bentuk produk jadi sehingga nilai jualnya lebih tinggi. Selain itu, penangkaran buaya juga dapat menjadi solusi untuk mengurangi penangkapan buaya di alam yang populasinya semakin berkurang.



No comments:

Post a Comment