Thursday, February 04, 2016

Kodok, Pasokannya Semakin Berkurang


Peluang pasar kodok
Keberadaannya menjadi salah satu parameter kondisi lingkungan, tetapi rasanya yang enak menjadikan kodok juga diburu sebagai salah satu bahan pangan. Terlepas dari ketentuan suatu agama tertentu, kodok merupakan komoditas perikanan yang potensial, baik untuk konsumsi dalam negeri maupun ekspor. Hewan ini sangat digemari, terutama di negara-negara Eropa, Amerika dan beberapa negara Asia. Ekspor paha kodok dari Indonesia telah dilakukan ke negara-negara diantaranya Belgia, Inggris, Belanda, Perancis, Spanyol, Jepang, Amerika Serikat, Korea, Malaysia, Hongkong, Taiwan, Singapura dan Kanada.
Budidaya kodok telah dilakukan di beberapa negara, baik negara tropis maupun beriklim sub tropis. Tercatat negara-negara Eropa yang telah membudidayakan kodok antara lain: Perancis, Belanda, Belgia, Albania, Rumania, Jerman Barat, Inggris, Denmark, Yunani, Amerika Serikat dan Meksiko, sedangkan di Asia meliputi China, Bangladesh, Indonesia, Turki, India dan Hongkong.
Di Indonesia, sumber pasokan kodok berasal dari tangkapan alam dan budidaya. Sentra produksi kodok meliputi wilayah Sumatera Utara, Riau, Sumatera Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Bali. Sementara itu, budidaya kodok terutama jenis kodok lembu  telah banyak dilakukan di wilayah Klaten Jawa Tengah, Malang Jawa Timur, Sukabumi Jawa Barat dan  Badung Bali. Uni Eropa beberapa tahun yang lalu pernah mempertanyakan pasokan kodok dari Indonesia karena ukurannya cenderung mengecil. Hal ini terkait dengan isu lingkungan, karena jika pasokan kodok berasal dari hasil tangkapan di alam, berarti populasinya telah semakin berkurang.

Sejarah dan Jenis-jenis kodok
Sejarah kodok tidak diketahui asalnya dan hampir ditemukan di mana-mana, karena kemampuannya untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungan sekitarnya. Kodok yang banyak dibudidayakan di Indonesia yaitu kodok lembu atau bullfrog (Rana catesbeiana) berasal dari Taiwan, meskipun kodok itu semula berasal dari Amerika Selatan. Kodok lembu merupakan salah satu komoditas andalan perikanan untuk tujuan ekspor. Kodok lembu mempunyai beberapa kelebihan diantaranya cepat menyesuaikan lingkungan buatan, lebih jinak dan ukurannya lebih besar daripada kodok lokal.
Kodok tergolong dalam ordo Anura, yaitu golongan amfibi yang tidak memiliki ekor. Pada ordo Anura terdapat lebih dari 250 genus yang terdiri dari 2600 spesies. Sementara itu, terdapat 4 jenis kodok asli Indonesia yang dapat dikonsumsi oleh masyarakat  yaitu:
  1. Rana Macrodon (kodok hijau), yang berwarna hijau dan dihiasi totol-totol coklat kehijauan dan ukurannya  mencapai hingga 15 cm.
  2. Rana Cancrivora (kodok sawah ), hidup di sawah-sawah dan badannya dapat mencapai 10 cm, badan berbercak coklat dibadannya.
  3. Rana Limnocharis (kodok rawa), mempunyai daging yang rasanya paling enak, ukurannya hanya 8 cm.
  4. Rana Musholini (kodok batu/raksasa) mencapai berat sekitar 1.5 kg dan panjang  22 cm.

Pemasaran Kodok

Proses pengolahan kodok hijau menjadi paha kodok atau swike yaitu kodok hidup dipotong kepala, kulit dikupas, isi perut dan jari kaki dibuang sehingga tinggal setengah badan dari punggung ke paha. Pengolahan kodok biasanya dilakukan dua kali yaitu  pada pukul 07.00-09.00, kemudian pukul 13.00 -15.00 WIB.
Jenis kodok yang biasa dijual adalah kodok batu dan kodok hijau yang berasal dari tangkapan. Pengangkutan kodok biasanya dilakukan pada pagi dan sore hari dengan tujuan untuk menjaga kodok agar tetap hidup. Pasokan kodok hidup dilakukan dengan membeli ke pedagang pengumpul yang berasal dari Purwakarta, Majalengka, Cianjur, Garut, Sumedang dan wilayah sekitar Bandung. Jalur distribusi kodok di Kota Bandung dapat diilustrasikan sebagai: pemburu kodok menjual ke pedagang pengumpul; pedagang pengumpul menjual ke pengolah kodok; kemudian pengolah kodok menjual hasil olahannya ke warung makan yang terdapat di Kota Bandung. Sementara itu, jenis kodok batu biasanya langsung dijual dalam keadaan hidup ke pasar tradisional maupun rumah makan, sedangkan kodok hijau terlebih dahulu diolah  yaitu dikuliti dan dibersihkan isi perutnya. Bagian dari kodok yang dikonsumsi adalah paha kodok atau swike. 
Kapasitas produksi pada saat musim puncak kodok yaitu bulan Maret-Oktober  sekitar 100 kg kodok hidup menjadi paha kodok sekitar 50-60 kg, sedangkan pada musim paceklik sekitar 25 kg kodok hidup menjadi paha kodok atau swike sekitar 15 kg.  Harga kodok batu dalam keadaan hidup sekitar Rp. 25.000,-/kg berisi 10-15 ekor, sedangkan jenis kodok hijau sekitar Rp. 12.000,-/kg, namun setelah diolah menjadi swike harganya menjadi Rp. 30.000,-/kg.
Di Kota Semarang, pusat penjualan paha kodok terdapat di Jl. Imam Bonjol yang mulai beroperasi pada pukul 05.00 sampai pukul 06.00. Jumlah pedagang 7 orang dengan volume penjualan rata-rata sekitar 50-200 kg per hari per pedagang. Pedagang kodok ini sebagian besar berasal dari Demak, sedangkan pasokan kodok berasal dari Solo, Salatiga, Ungaran, Kendal dan Temanggung.  Setelah melakukan aktifitas di Jl. Imam Bonjol, pedagang kemudian menjual paha kodok ke Pasar Pecinan Gang Baru.  Pedagang tersebut menerima kodok dengan kondisi sudah dikuliti, kemudian dilakukan pemisahan ukuran dan pemotongan antara bagian paha dengan tembolok.  Bagian tembolok pun dijual sengan harga Rp 5000,-/kg.
Harga kodok di Kota Semarang relatif bervariasi tergantung ukurannya. Untuk kodok ukuran kecil dijual seharga Rp 10.000 – Rp 12.000/kg, ukuran sedang Rp 12.000 – Rp 16.000/kg, ukuran besar Rp 17.000 – Rp 21.000/kg, sedangkan ukuran super besar dijual sekitar Rp. 23.000,-/kg. Kodok ukuran super besar terdapat 4, 9 atau 12 ekor per kilogram,   kodok ukuran sedang sekitar 22 ekor/kg dan kodok ukuran kecil berisi 36 ekor.  Selain itu,   terdapat warung makan swike yang mampu menjual sekitar 10-25 kg perhari dengan pasokan   berasal dari Purwodadi.

Menu masakan berbahan baku kodok
Paha kodok hasil olahan biasanya dijual ke restoran atau warung makan yang kemudian   dimasak  menjadi swike goreng tepung, swike goreng mentega, kuah tauco swike. Dalam satu malam, penjualan paha kodok dapat mencapai 50 kg yang terbagi dalam 4  abang warung tenda. Harga menu masakan  berbahan baku dari paha kodok di warung tenda cukup bervariasi, untuk menu kuah tauco swike sekitar Rp 14.000,- per porsi, sedangkan  swike goreng tepung dan goreng mentega sekitar Rp. 15.000,- per porsi.  

Manfaat kodok
Hewan amfibi seperti kodok  memiliki manfaat bagi manusia dan lingkungan, baik sebagai bahan makanan yang diekspor ke mancanegara, hewan peliharaan dan bahkan dijadikan bahan percobaan di bidang medis  dan kimia. Selain rasanya enak, kandungan gizi yang cukup tinggi, daging kodok juga dipercaya dapat menyembuhkan beberapa penyakit. Kandungan gizi paha kodok per 100 gr yaitu protein sekitar 16,4 gr; lemak 0,3 gr; abu 1,4 gr; kalori 73 kkal per 100 gr/ 3,5 oz  ; dan air 81,9 gr.
Selain itu, limbah kodok yang tidak dipakai sebagai bahan makanan manusia dapat dimanfaatkan sebagai pakan ikan lele. Sementara itu, kulit kodok yang telah terlepas dari badannya dapat diproses menjadi kerupuk kulit kodok, sedangkan kepala kodok yang sudah terpisah dapat diambil kelenjar hipofisanya dan dimanfaatkan untuk merangsang kodok dalam proses pembuahan buatan.
 Sementara itu, dari sisi ekologi kodok berfungsi sebagai indikator keseimbangan alam dan keberadaannya merupakan salah satu pendukung penting dalam siklus mata rantai makanan. Beberapa jenis kodok yang hidup di sawah berfungsi sebagai predator  rayap dan jenis hama pertanian lainnya. Di negara maju seperti Amerika Serikat, Eropa dan Kanada, eksistensi kodok saat ini menjadi parameter utama untuk melihat baik atau buruknya kondisi lingkungan hidup mengingat satwa tersebut sangat peka terhadap perubahan.
Apabila kodok bentuk fisiknya sudah berubah seperti ada yang buntung, kakinya enam dan tanda-tanda tidak normal lainnya, hal ini menunjukan bahwa kondisi lingkungan disekitarnya sudah buruk. Meskipun di Indonesia belum cukup signifikan ditemui adanya degradasi fisik pada kodok dalam jumlah besar, namun apa yang ditemui di Eropa, Amerika Serikat dan Kanada itu harus menjadi sinyal serius untuk diantisipasi di Indonesia. Fenomena terjadinya keanehan-keanehan pada kodok semacam itu, harus dijadikan peringatan dini dalam menjaga keseimbangan eksosistem lingkungan. 

Nasib kodok, diantara dua pilihan
Nasib kodok alam adalah pilihan bersama, dilestarikan sebagai penjaga keseimbangan alam atau diburu sebagai komoditas yang menjanjikan. Sebagian besar masyarakat Indonesia masih beranggapan bahwa kodok merupakan hewan amfibi yang berbahaya, menjijikkan, beracun dan hanya mengenal sedikit jenisnya, padahal satwa amfibi ini jenisnya beranekaragam, unik dan bahkan cantik. Saat ini ketersediaan kodok di alam semakin langka akibat pemburuan besar-besaran untuk dikonsumsi manusia. Padahal disisi lain, keberadaan amfibi ini dapat dijadikan bio-indikator untuk mengetahui tingkat pencemaran lingkungan. Hal ini menuntut perhatian lebih sehingga penangkapan kodok  dapat dibatasi. 



No comments:

Post a Comment