Monday, February 15, 2016

Teripang, Komoditas Yang Mempunyai Nilai Ekonomi Tinggi



Teripang adalah binatang laut dari phylum Echinodermas, masih saudara jauh dengan bintang laut dan bulu babi. Di seluruh dunia, terdapat lebih dri 1250 species teripang yang dapat ditemukan mulai dari permukaan laut hingga laut dalam. Beberapa species bahkan hidupnya berbenam di pasir laut dan hanya tentakelnya yang keluar untuk menarik makanan. Untuk mempertahankan diri, teripang mempunyai cara unik yaitu mutilasi bagian tubuhnya sendiri, dimana bagian yang hilang akan segera tumbuh kembali.
Dalam perdagangan internasional, umumnya teripang dikenal dengan istilah sea cucumber atau teatfish yang sebetulnya itu hanya berlaku untuk species tertentu, sedangkan untuk produk olahannya dikenal dengan istilah beche de mer. Pasar terbesar teripang adalah etnis China, dan mereka menyebutnya sebagai haishen atau ginseng dari laut karena khasiatnya semacam tonik penguat stamina dan panjang umur. Teripang merupakan salah satu komoditi ekonomis penting  yang sangat diminati oleh konsumen terutama di negara  China, Korea, Taiwan, Singapura dan Hongkong sebagai makanan seafood  yang mengandung nilai  tinggi pengganti daging babi.  
Di Kota Surabaya, pelaku usaha pemasaran teripang melakukan ekspor teripang ke China dan Hongkong yang mencapai 10 ton per bulan, sedangkan untuk pemenuhan restoran lokal  mencapai 600 kg.  Pasokan teripang yang masuk Kota Surabaya berasal dari Madura, Situbondo, Sumbawa, Maluku, Papua, Irian Jaya, Manado, Medan, Lampung dan Makasar.  Jenis teripang yang banyak diminati oleh konsumen antara lain teripang pasir, teripang TKK, teripang susu, teripang gamat, teripang gosok, teripang nenas, teripang kapuk, teripang jepun, teripang bintik, teripang tawas, teripang raja, teripang kunyit dan  teripang batu.  Di Propinsi Jawa Barat, pengusaha teripang yang cukup besar khusus melakukan ekspor teripang dengan jenis TKK ke Korea.  Volume ekspor mencapai 1,5 ton per bulan. Pasokan teripang untuk jenis TKK ini di peroleh dari Medan, Nias, Makasar, Sumbawa, Maluku dan Ternate.

Harga teripang
Penentuan harga teripang didasarkan pada ukuran dan kualitas teripang yang ditawarkan oleh pemasok, namun untuk standar ekspor beberapa jenis teripang sudah ditentukan oleh importir. Pada saat Hari Raya Imlek kenaikan permintaan teripang mencapai 5-10 % Harga jenis teripang tersebut hanya mencapai Rp 100.000,- sampai Rp 150.000 per kg bila ukurannya kecil atau di bawah standar yang ditentukan importir. Secara umum harga teripang di pasaran cukup stabil. Ada sedikit kenaikan baik permintaan maupun harga pada high season atau hari-hari besar china, misal imlek. Harga teripang biasa yang terdiri dari kurang lebih 15 jenis kurang atau maksimal Rp 100.000,-. Untuk pasar ekspor harga masih ”dikendalikan” oleh importir.

”Kendala dalam usaha pemasaran teripang adalah dari sisi pasokan, sedang dari segi pemasaran hampir tidak ada kesulitan”. Tidak banyak nelayan yang mampu menangkap teripang secara optimal yang habitatnya di dasar laut. Untuk menangkap teripang diperlukan alat selam yang sudah barang tentu harganya mahal belum lagi biaya operasionalnya. Karena kapasitas tangkap nelayan terbatas sehingga pedagang pengumpul yang harus aktif keliling ke daerah-daerah nelayan untuk menampung hasil tangkapan mereka. Harapannya ke depan agar mutu produk tetap terjaga diperlukan - pertama, pembinaan kepada nelayan dalam proses pengolahan yang baik untuk memenuhi standar mutu – kedua, perlu diberikan pembinaan kepada nelayan atau pengumpul untuk menerapkan teknologi pembesaran teripang agar dicapai ukuran yang dikehendaki konsumen, baik dalam maupun luar negeri.

Jenis-jenis teripang  yang dipasarkan
Teripang yang dipasarkan diklasifikasikan dalam dua jenis, yaitu teripang kualitas bagus atau mahal dan kualitas biasa atau relatif murah. Klasifikasi bisa ditentukan dengan jenis teripang dan ukurannya. Untuk jenis teripang berkualitas dan mahal adalah teripang pasir, teripang susu, teripang TKK, teripang kapuk, teripang nanas, teripang sepatu, teripang jepun. Jenis teripang biasa: teripang chera, teripang bintik, teripang tawas, teripang kunyit, teripang sutera, teripang batu, teripang raja dan lain-lain yang berjumlah kira-kira 15 jenis. Produk teripang yang dipasarkan dalam bentuk kering (produk setengah jadi). Pasar ekspor yang digarap masih terbatas di beberapa negara Asia. Pasar utama ekspor teripangnya adalah Hongkong, kedua Singapura, kemudian Korsel dan Taiwan. Standar kualitas ekspor teripang ada pada tingkat kandungan garamnya, tingkat kekeringan atau kandungan air, kemudian ukurannya. Untuk permintaan lokal (jakarta dan sekitarnya) hanya berdasarkan order (by order) per bulan bisa mencapai 600 kg untuk kebutuhan restoran-restoran yang menyajikan masakan China dan beberapa supermarket tertentu. Surabaya merupakan pasar paling besar dan potensial yang berasal dari pasokan wilayah Indonesia bagian Timur untuk pasar lokal maupun untuk diekspor.




Sunday, February 14, 2016

Ikan Layang di Papua Harganya Melayang


Ikan layang (Decapterus spp) merupakan salah satu komoditi hasil laut yang mempunyai nilai ekonomis tinggi dan kaya akan gizi terutama protein. Kandungan gizi ikan layang dalam 100 gr (BDD) untuk protein 22 gr, energi 109 kkal dan lemak 1.7 gr. Ikan layang diperdagangkan dalam bentuk ikan segar dan ikan pindang. Ciri-ciri ikan layang adalah badan memanjang dan sedikit memipih; badan bagian atas berwarna kebiruan, bagian bawah berwarna keperakan; sirip ekor coklat keabu-abuan dan sirip lainnya berwarna bening.
Ikan layang di perairan Indonesia terdiri dari 4 (empat) spesies yaitu layang biasa (Decapterus ruselli), layang deles (Decapterus. macrosoma), layang ekor merah (Decapterus. Kurroides) dan layang biru (Decapterus macarellus). Ikan layang biru di Indonesia Timur diekspor ke mancanegara sebagai umpan tuna dan bahan baku ikan kaleng, sementara di pasar lokal terutama Kota Manado  umumnya diolah menjadi “karabusi”.

Sentra dan Jumlah Produksi Ikan Layang
Ikan layang merupakan salah satu jenis ikan pelagis kecil yang tersedia sepanjang tahun tanpa dipengaruhi musim, seperti  halnya ikan kembung dan lemuru. Ikan layang banyak terdapat di wilayah Sumatera Utara, Jambi, Jawa Tengah, Jawa Timur, Selat Bali, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Maluku dan Maluku Utara.
Ikan layang didaratkan di pelabuhan-pelabuhan diantaranya PPN Ambon, PPN Bitung, PPN Brondong Lamongan, PPN Pekalongan, PPN Prigi Trenggalek, PPS Kendari, PPN Pelabuhan Ratu, PPN Pemangkat, PPN Ternate, PPP Banjarmasin, PPP Karangantu   dan TPI Karangsong Indramayu.

Pengolahan pindang ikan layang
Ikan layang merupakan salah satu sumber protein hewani yang banyak dikonsumsi masyarakat, mudah didapat dan harganya relatif murah. Untuk menjaga kesegaran dan mutu ikan, sebaiknya ikan selalu dalam kondisi dingin dengan pemberian es secukupnya. Namun demikian, es tidak selalu mudah diperoleh dan harganya murah, oleh karenanya diperlukan teknik pengawetan lain diantaranya pindang. Pengawetan ikan dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi kadar air dalam tubuh ikan, sehingga bakteri akan sulit untuk berkembangbiak.
Proses pengolahan pindang dari ikan layang meliputi: pencucian dan penyiangan ikan; penggaraman ikan; penyusunan ikan ke dalam periuk yang diselang-seling dengan garam; perendaman ikan; perebusan selama 1-2 jam; pengeluran sisa air perebusan, penaburan garam pada lapisan teratas; pemanasan diatas api kecil sampai airnya habis; pendinginan dan penutupan dengan lembaran plastik.

Pemasaran ikan layang segar
Ikan layang segar banyak dijual di Pasar Induk Jayapura, Pasar Manonda, Pasar Toli-toli dan Pasar Masumba Kota Palu. Harga ikan layang di beberapa lokasi pada bulan Januari 2008 yaitu di Pasar Induk Jayapura, harga ikan layang pada minggu pertama sampai minggu ketiga sekitar Rp. 25.000,-/kg, sedangkan pada minggu keempat relatif meningkat menjadi Rp. 30.000,-/kg. Sementara itu di Pasar Masumba dan Pasar Manonda Kota Palu, harga ikan layang relatif lebih rendah yaitu masing-masing Rp. 15.000,-/kg dan Rp. 11.000,-/kg.  Di tingkat produsen, harga ikan layang pada bulan Januari terutama di PPN Ambon sekitar Rp. 5.000,-/kg; di PPN Brondong Lamongan, harga ikan layang relatif lebih tinggi sekitar Rp. 6.500,-/kg – Rp. 8.050,-/kg; di PPN Prigi harga ikan layang yaitu Rp. 4.600,-/kg- 5.900,-. Sementara itu, produksi ikan layang di beberapa pelabuhan pada bulan Januari 2008 terutama di PPN Prigi Trenggalek yaitu 61.365 kg, sedangkan di PPN Ambon jumlah produksi sekitar 2.330 kg.  
Harga ikan di Pasar Induk Jayapura relatif lebih mahal dibandingkan dengan lokasi yang lain, hal ini terjadi karena jumlah pasokan ikan layang  relatif  berkurang akibat adanya cuaca buruk sehingga nelayan tidak berani untuk melaut, sementara permintaan ikan layang mengalami peningkatan.





Ikan Kakap, Besar di Nama dan Nilai

       Istilah ’’kakap’’  telah banyak digunakan untuk menggambarkan sesuatu yang besar, tetapi belum banyak orang tahu sosok sesungguhnya ikan jenis ini kecuali bagi penggemar ikan laut yang sudah  mengetahui dan mengenalnya. Ikan kakap merupakan salah satu ikan yang memiliki potensi pasar didalam maupun di luar negeri dan memiliki nilai ekonomi tinggi. Ikan kakap banyak dikonsumsi oleh masyarakat   karena dagingnya banyak dan rasanya yang gurih.

Silsilah dan Ciri-ciri Utama
Kakap merupakan ikan yang memiliki banyak jenis, menurut klasifikasinya ikan kakap termasuk dalam ordo Perciformes, sub ordo Percoidei, super famili Percoidea dan memiliki beberapa famili. Di Indonesia, ikan kakap yang umum dikonsumsi dan diperdagangkan berasal dari tiga famili yaitu Lutjanidae (kakap merah), Labotidae (kakap batu / hitam) dan Centropomidae (kakap putih).  Ketiga famili ikan kakap memiliki habitat hidup yang berbeda, untuk famili Lutjanidae hidup pada perairan laut, famili Labotidae hidup pada perairan laut dan payau, sedangkan famili Centropomidae hidup pada perairan laut, payau dan tawar. Famili Lutjanidae  terdiri dari 18 genus, 109  spesies diantaranya Lutjanus argentimaculatus, L. johnii, L. erythoptersus, L. fulviflamma, L. biguttatus, L. decussatus, L. quinquelineatus, Pinjalo lewisi;  famili Labotide terdiri dari 1 genus, 2  spesies yaitu Labotes surinamensis dan Labotes pacificus; dan famili Centropomidae terdiri dari 4 genus, 23 spesies yaitu Lates calcalifer, L. angustifrons, L. japonicus, L. microlepis, Psammoperca waigiensis dan L. niloticus. Selain dari ketiga famili yang ada, jenis ikan kakap yang berasal dari famili  Moronidae   banyak terdapat di Perairan Amerika Utara, Eropa dan Afrika. Famili Moronidae lebih  dikenal dengan seabass yang terdiri dari 5 genus, 8 spesies diantaranya Dicentrarchus labrax, Monrone chrysors, Morone americana dan Morone saxatilis.
Ikan kakap putih memiliki ciri-ciri badan memanjang, gepeng, batang sirip ekor lebar, mulut lebar, bagian atas penutup insang terdapat cuping bergerigi, sirip ekor bulat, panjang dapat mencapai 200 cm, warna punggung gelap dan sirip-siripnya berwarna abu-abu gelap. Sementara itu ciri-ciri kakap merah adalah badan memanjang, kepala lurus, bagian belakang dan bawah penutup insang bergerigi, dapat mencapai panjang sekitar 90 cm, warna bagian atas untuk jenis dewasa merah  dan terdapat totol hitam dibagian atas batang sirip ekor. Kakap batu memiliki ciri-ciri diantaranya sirip belakang berjumlah 11-12, warna  gelap, memiliki lengkung insang 6-7 dan bentuk kepala  memanjang


Produksi ikan kakap
Penyebaran ikan kakap merah di Indonesia sangat luas terutama pada perairan Sumatera, perairan Jawa-Nusa Tenggara, perairan Kalimantan, perairan Sulawesi dan Perairan Papua. Sementara itu, ikan kakap putih banyak terdapat di perairan Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jawa Barat, Jakarta, Sulawesi Tenggara dan Maluku.
Jenis kakap yang telah banyak dibudidayakan adalah kakap putih yang mempunyai nama dagang barramundi, nama yang berasal dari bahasa Aborigin.

Pemasaran Ikan Kakap
Ikan kakap banyak dijual di pasar tradisional sebagai ikan segar diantaranya Pasar Flamboyan Pontianak, Pasar Bringharjo Yogyakarta, Pasar Masomba Palu, Pasar Hamadi Jayapura, Pasar Rau Banten dan pasar tradisional lainnya. Harga ikan kakap di pasar tradisional relatif bervariasi, pada bulan Nopember di Pasar Bringharjo untuk kakap merah sekitar Rp. 26.000,-/kg; Pasar Flamboyan untuk kakap merah Rp. 33.750,-/kg, kakap putih Rp. 28.750,-/kg; dan Pasar Rejomulyo untuk kakap putih Rp. 24.000,-/kg.  Selain dijual dalam bentuk segar dipasar dalam negeri, ikan kakap juga diolah dalam bentuk fillet beku untuk memenuhi kebutuhan ekspor. Negara tujuan ekspor ikan kakap meliputi Uni Eropa, Jepang, Korea, Hongkong, Taiwan, Singapura, Australia  dan Thailand.  Sejumlah pelaku masih ada yang melakukan ekspor kakap dalam bentuk utuh, padahal kemudian di pasar tujuan dijual dalam bentuk fillet. Seandainya pemiletan dilakukan di dalam negeri, tentunya nilai tambah akan diperoleh di Indonesia.
Saat ini, ikan kakap telah menjadi salah satu produk utama perikanan karena permintaannya di pasar internasional yang relatif tinggi. Di dunia, negara pengimpor utama ikan kakap meliputi  Italia, Spanyol dan Perancis. Pada tahun 2005,  impor kakap  Italia sekitar 8.416 ton; impor spanyol 4.080 ton; dan impor Perancis sekitar 1.797 ton. Sementara itu, pada tahun 2006 impor Italia mengalami penurunan menjadi 7.412; impor Perancis sekitar 1.876 ton; dan impor Spanyol sekitar 3.787 ton. Ketiga negara tersebut melakukan impor ikan kakap sebagian besar dari Yunani dan Turki. Harga ikan kakap pada tahun 2005 di pasaran Eropa sekitar 3,75 €/kg, kemudian mengalami peningkatan menjadi 4,42 €/kg pada tahun 2006 dengan ukuran sekitar 300-450 gram. Selain Italia, Spanyol dan Perancis, Amerika Serikat juga melakukan impor kakap dalam bentuk segar dan beku dari Chili, Argentina, Uruguay dan Australia. Impor ikan kakap Amerika Serikat pada tahun 2003 sekitar 16.501; 2004 sekitar 16.081 ton; tahun 2005 sekitar 18.572 ton; tahun 2006 sekitar 17.745 ton; dan tahun 2007 sekitar 19.091 ton.







Pipefish, Ikan Hias dan Bahan Obat



Ciri dan klasifikasi Pipefish
Pipefish merupakan saudara dekat dengan seahorse dan seadragons yang termasuk dalam satu famili yaitu Syngnathidae. Pipefish (ikan pipa)  merupakan salah satu komoditi perikanan yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Di dunia, penyebaran pipefish meliputi Samudera Pasifik, Laut Merah, perairan Australia terutama jenis S. dunckeri,   Perairan Laut China Selatan terdapat jenis S. hardwickii. Sejak tahun 2002, produksi  pipefish di perairan  utara Inggris, Norwegia, Islandia dan Kepulauan Faoeroe mengalami peningkatan sekitar 50-100 kali lipat. Sementara itu di Indonesia, pipefish banyak terdapat di perairan timur Indonesia terutama Maumere, Makassar dan Papua.
Secara klasifikasi, Pipefish termasuk dalam Filum: Chordata, Klas: Actinopterygii, Ordo: Gasterosteiformes; Family Syngnathidae;Pipefish memiliki ciri-ciri antara lain badannya berbentuk silinder dan agak kaku, badan terbungkus dengan cincin bertulang, kepalanya kecil, sebagian besar berwarna kehijau-hijauan sampai kecoklatan dan ukurannya dapat mencapai 18 inci. Pipefish biasanya memakan binatang kecil seperti fitoplankton, zooplankton  yang ada diperairan, serta tempat hidupnya banyak terdapat pada karang   dan laguna dengan kedalaman sekitar 8 m.

Etnis China, Pasar Potensial Pipefish
Di Negara China, Hongkong Singapura dan Taiwan, pipefish banyak dimanfaatkan sebagai bahan ramuan untuk pengobatan tradisional seperti ginjal, penyakit kulit, penyakit getah bening, untuk stamina dan asma. Sementara itu di negara Eropa, Jepang dan Amerika Utara, pipefish banyak dimanfaatkan sebagai ikan hias pada aquarium karena bentuknya yang unik serta warnanya yang indah.
China, Taiwan, Hongkong dan Singapura merupakan negara importir utama pipefish. Pada tahun 1998,Hongkong telah mengimpor pipefish sekitar 12 ton yang berasal dari India, Filipina, Australia dan Malaysia, sementara itu, Taiwan telah mengimpor sekitar 16,6 ton pipefish kering. Negara pengekspor pipefish diantaranya adalah Australia, Belize, Brazil, Ekuador, India, Indonesia, Kuwait, Malaysia, Meksiko, Selandia Baru, Pakistan, Filipina, Spanyol, Sri Lanka, Thailand, Uni Emirat Arab, Amerika Serikat dan Vietnam.


Pelaku usaha pemasaran Pipefish

Salah satu pelaku usaha pemasaran pipefish di Kota Surabaya telah menekuni usaha ini mulai dari tahun 1994. Pipefish (ikan pipa) diperoleh dari wilayah Maumere dalam bentuk kering. Dalam satu bulan, mampu memasok pipe fish  kering sekitar 500 kg yang kemudian di jual ke pengekspor dengan tujuan Singapura, Malaysia, Vietnam dan Hongkong. Harga satu kilogram pipefish kering untuk pasar lokal sekitar Rp. 150 ribu, sementara untuk pasar ekspor sekitar Rp. 280 - Rp.300 ribu.  Satu kilogram pipefish basah menghasilkan 0,5 ons pipefish kering atau mengalami penyusutan sekitar 95 %.  Pipefish biasanya tertangkap pada saat nelayan menjaring ikan  dan pipefish masih dijadikan sebagai tangkapan sampingan setelah ikan. Puncak produksi pipefish terjadi pada saat musim hujan, sehingga produksinya melimpah. 

Ikan Terbang, Harga Telurnya Melayang




Ciri-ciri dan Klasifikasi
Ikan terbang merupakan salah satu ikan pelagis kecil yang banyak ditemukan diperairan tropis maupun sub tropis dengan kondisi perairan tidak keruh dan berlumpur. Ikan terbang merupakan ikan yang memiliki banyak jenis, menurut klasifikasinya ikan terbang termasuk dalam Klas Actinopterygii, Subklas Neopterygii, Super ordo Acanthopterygii, Ordo Beloniformes, Sub Ordo Belonoidei, Famili Exocoetidae dan memiliki 9 genus. Ikan terbang dari genus Cheilopogon terdiri 33 spesies diantaranya Cheilopogon ebei, C. agoo; genus  Cypselurus terdiri dari 12 spesies diantaranya Cypselurus angusticeps, C. callopterus; genus  Danichthys terdiri dari 1 spesies yaitu Danichthys ilma;  genus Exocoetus terdiri dari  5 spesies diantaranya Exocoetus gibbosus dan E. monocirrhus; genus  Fodiator terdiri dari  2 spesies yaitu  Fodiator acutus dan F.  rostratus; genus Hirundichthys terdiri dari 8 spesies diantaranya Hirundichthys oxycephalus dan H. rondeletii; genus  
  Ikan terbang memiliki ciri-ciri yaitu panjang rata-rata 18 cm, tubuhnya bulat memanjang, bagian atas tubuh berwarna gelap, bagian bawah tubuh mengkilap, sirip dorsal dan anal transparan, sirip ekor abu-abu, sirip ventral keabu-abuan di bagian atas dan terang di bagian bawah, sirip pectoral abu-abu tua dengan belang-belang pendek. Duri- duri lemah pada sirip dorsal berjumlah 10-12, pada sirip anal 1-12, pada sirip pectoral 14-15 dengan sirip pertama tidak bercabang, sirip ventral tidak mencapai sirip dorsal dengan pangkal sirip ventral lebih dekat ke ujung posterior kepala daripada ke pangkal ekor, garis lateral terletak pada bagian bawah tubuh. Sisik sikloid berukuran relatif besar dan mudah lepas dengan sisik pradorsal 32-37 dan jumlah sisik pada poros tubuh 51-56.


Produksi Ikan Terbang
Di Indonesia, terdapat 18 jenis ikan terbang dan 10 diperkirakan hidup diperairan Sulawesi Selatan diantaranya jenis Hirundichthys oxycephalus. Selain perairan Sulawesi Selatan, ikan terbang juga banyak ditemukan pada perairan Laut Flores, Laut Natuna, Laut Aru, Laut Arafura Irian Jaya, Bagian Utara Sulawesi Utara, Perairan Selatan Bali dan Jawa Timur, Pantai Barat Sumatera Barat, Laut Halmahera, Laut Banda, perairan  Sabang  Ujung Banda Aceh dan Laut Utara Papua.  

Pemasaran Telur Ikan Terbang

Selama ini ikan terbang banyak dipasarkan dalam bentuk segar, ikan asin, ikan asap dan telurnya saja yang memiliki nilai ekonomis tinggi.  Telur ikan terbang belum banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia, padahal kandungan gizi yang relatif tinggi sangat bermanfaat.  Harga yang tinggi menjadikan  nelayan  lebih memilih untuk menjual telur ikan hasil tangkapan dibandingkan  mengkonsumsinya.
Ikan terbang biasanya melakukan pemijahan pada bulan Juni- Agustus sehingga nelayan di daerah Sulawesi Selatan banyak melakukan penangkapan telur dengan menggunakan bubu. Satu ekor ikan terbang dalam sekali memijah dapat menghasilkan telur sekitar 4000 s/d 9000 butir.  Pemijahan ikan terbang bersifat pelagophils dan pytophils, yaitu meletakkan telurnya pada tumbuhan dan benda-benda terapung di permukaan laut seperti daun-daun kering.
Telur ikan terbang telah lama menjadi komoditas ekspor  dengan negara tujuan seperti Jepang, Korea, Hongkong, Taiwan, Singapura, Lithunia, Thailand, Vietnam, China, Hongkong dan Rusia.  Nilai Impor telur ikan terbang tahun 2006 pada beberapa Negara yaitu:
Sulawesi Selatan merupakan salah satu penghasil telur ikan terbang yang telah melakukan ekspor ke beberapa negara. Ekspor telur ikan terbang Sulawesi Selatan selama tahun 2006 menghasilkan devisa sebesar 8,702 juta US $ dengan volume 370,1 ton atau meningkat 13, 56 %  dari tahun 2005  yang dengan volume 325,9  ton senilai 4, 3 juta US$.
Telur ikan terbang yang berwarna kuning keemasan menjadi komoditas ekspor dengan harga relatif tinggi dalam kondisi kering. Harga telur ikan terbang untuk kualitas A sekitar Rp. 180 ribu/kg; kualitas B sekitar Rp. 160 ribu/kg; dan kualitas C sekitar Rp. 120 ribu/kg. Tingginya harga telur ikan terbang menjadi buruan para nelayan sehingga populasinya mulai berkurang. Penataan volume tangkapan telur ikan terbang perlu dilakukan guna mempertahankan atau bahkan meningkatkan populasinya.


Saturday, February 13, 2016

Kerang Hijau Sebagai Sumber Protein Yang Relatif Murah




Kebutuhan kerang tiap tahun selalu meningkat terutama untuk memenuhi kebutuhan bagi negara-negara Eropa seperti Italia, Perancis dan Jerman. Sampai saat ini kebutuhan kerang masih dipenuhi oleh negara Chili, Irlandia, Denmark, Spanyol, New Zealand dan Turkey. Jenis-jenis kerang yang umum di kenal oleh masyarakat adalah kerang hijau (Perna viridis), kerang bulu dan kerang darah (Anadara granosa).
Kerang hijau merupakan salah satu komoditi perikanan yang sudah lama dikenal sebagai sumber protein hewani yang relatif murah, selain kerang bulu dan kerang darah.  Harga daging kerang hijau di pasaran sekitar Rp. 15.000,- /kg dengan kandungan gizi antara lain : protein 18,3%, karbohidrat 2%, lemak, 0,45%, air 78%, dan beberapa mineral yaitu kalsium 133 mg dan fosfor 170 mg.   Kerang hijau hidup pada perairan payau sampai asin yang memiliki sifat menempel pada benda-benda yang ada di sekitarnya.  Kerang hijau yang baik memiliki daging berwarna kuning kecoklatan, sedangkan  ciri khas dari kerang hijau yang masih hidup adalah  akan segera menutupkan kedua cangkangnya apabila disentuh.

Budidaya Kerang Hijau
Budidaya kerang hijau telah banyak dilakukan pada wilayah Kecamatan Cilincing Jakarta Utara, Kabupaten Cirebon Propinsi Jawa Barat dan Kecamatan Panimbang Kabupaten Pandeglang Propinsi Banten. Pada saat musim, produksi kerang hijau di Kecamatan Cilincing  dapat mencapai 240 ton per hari, sedangkan pada hari biasa produksinya mencapai 54 ton per hari. Di Kabupaten Cirebon, menurut data Dinas Perikanan dan Kelautan  Kabupaten Cirebon bahwa produksi kerang mengalami peningkatan sekitar 3,88 %  dari 9.644 ton pada tahun 2004 menjadi 10.032 ton pada tahun 2006.
Kecamatan Panimbang merupakan salah satu lokasi budidaya kerang hijau yang potensial karena di wilayah tersebut perairan masih belum tercemar oleh limbah industri dan relatif aman dari angin barat yang merupakan kendala utama dalam budidaya kerang. Luas areal budidaya kerang hijau di Kecamatan Panimbang ± 100 ha dengan jumlah bagan ± 50 unit. Kerang hijau dapat dibudidayakan selama 6 bulan, mulai dari penempelan benih sampai dengan panen. Di Kecamatan Panimbang, budidaya kerang hijau dimulai pada tahun 2003 yang terbagi menjadi 3 lokasi yaitu Cipaton, Panimbang Jaya dan Sidamukti. Pembudidaya kerang hijau di Kecamatan Panimbang, tergabung dalam kelompok tani sebanyak 10 kelompok yang tiap anggotanya terdiri dari 5 pembudidaya. Produksi kerang hijau dari Kecamatan Panimbang per musim  panen dapat mencapai 300  ton. Pemasaran kerang hijau hasil produksi dari Kecamatan Panimbang dilakukan ke wilayah Jakarta dan Tangerang.

Pengolahan Kerang Hijau
Pengolahan kerang hijau banyak dilakukan di wilayah Kelurahan Kalibaru Kecamatan Cilincing Jakarta Utara. Jumlah pengolah kerang hijau di Kelurahan Kalibaru sekitar 60 pengolah.  Pada saat musim panen, jumlah kerang hijau yang diolah dalam satu hari  dapat mencapai 100 karung per pengolah, dimana 1 karung berisi 40 kg kerang hijau. Musim Kerang hijau biasanya terjadi pada bulan Juni-Oktober. Harga kerang hijau per ember di tingkat nelayan  sekitar Rp. 10.000,- /kg, sedangkan di tingkat pedagang mencapai Rp. 15.000,- /kg.
 Proses pengolahan kerang meliputi pemisahan  kerang dari kotoran yang ada, kemudian pencucian kerang sampai bersih, perebusan dengan menggunakan kompor selama 1-1,5 jam dan pengupasan kerang untuk mengeluarkan dagingnya. Jenis olahan kerang yang ada di pasaran terbagi menjadi dua yaitu olahan kerang yang sudah dikupas dan olahan   rebusan kerang yang masih terdapat cangkang.

Pemasaran Kerang Hijau
Pemasaran   kerang yang telah dikupas cangkangnya biasanya dilakukan ke Pasar Muara Baru dengan volume penjualan daging kerang pada saat musim  mencapai 20-30 ton per malam, sedangkan pemasaran olahan kerang yang masih terdapat cangkang dilakukan oleh pedagang  dengan menggunakan gerobak keliling ke wilayah Jakarta. Utara dan Jakarta Timur dengan jumlah pedagang sekitar 500 pedagang. Pemasaran kerang yang masih mentah dari Kecamatan Cilincing  Jakarta Utara biasanya di pasarkan ke pasar tradisional yang ada di Jakarta, Tangerang, Bandung dan Cirebon.
Kerang dipanen nelayan saat berumur enam bulan. Di Jakarta, kerang biasa dipelihara di Teluk Jakarta. Binatang bernama ilmiah Anadara granosa ini biasanya langsung direbus dengan air laut usai dipanen. Setelah matang, kerang diturunkan dari tong perebusan untuk kemudian dikupas dari kulitnya. Puluhan pekerja kemudian melepaskan daging dari kulit kerang untuk diolah lebih lanjut. Hingga tahap ini tak ada masalah dengan pengolahan. Semua berjalan baik dan tak ada peran bahan kimia beracun. Kerang yang sudah dicabuti ini belum dibersihkan dari kotoran yang menempel. Pembersihan akan dilakukan setelah satu tong penuh kerang atau sekitar seratus kilogram.



Friday, February 05, 2016

Ubur-ubur, Potensi Yang Masih Terkubur


Ubur–ubur merupakan binatang laut dengan bentuk seperti cendawan, badannya mirip agar-agar, memiliki struktur tembus pandang, tentakel yang berjuntai dari bagian bawah tubuhnya serta hampir 90 persen terdiri dari air. Berat seekor ubur-ubur dapat mencapai 10 kg dan mudah ditemui dilaut karena  melayang 1-2 meter dari permukaan laut. Ubur-ubur dapat hidup di hampir segala iklim. Jenis ubur-ubur yang dikenal di Indonesia terdiri dari empat jenis yaitu Aurelia aurita, Cassiopeia xamacha, Mastigias papua dan Tripedalia cyctophora. Ubur-ubur biasanya selalu dihindari orang karena dapat menyebabkan gatal-gatal bagi yang menyentuhnya, namun ternyata memiliki harga jual yang tinggi dan selalu ditunggu kemunculannya oleh nelayan pada musim kemarau.
Sentra produksi ubur-ubur di Indonesia banyak terdapat di wilayah perairan Cilacap, perairan Kebumen, perairan Tanjung Jabung Barat Jambi, perairan Prigi Trenggalek, Danau Kakaban Perairan Berau Kalimantan Timur, kabupaten Banyuasin Sumatera Selatan,  perairan Muncar Banyuwangi, perairan Alor Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Selatan, Teluk Kao Halmahera Utara, perairan Bacan Halmahera Selatan Kepulauan Maluku dan Kepulauan Riau, perairan Panimbang Banten dan pantai Gunung Kidul Yogyakarta. Produksi ubur-ubur dibeberapa daerah antara lain di Tanjung Jabung Barat Jambi tahun 2004 sekitar 150 ton, di Kalimantan Selatan tahun 2005 sekitar 63,8 ton, di pantai Prigi Trenggalek  pada tahun 2005 mencapai 1.245 ton dan di Lumajang tahun 2006 sekitar 100 ton.  
Sementara itu, volume ekspor ubur-ubur dari propinsi Jawa Timur pada tahun 2004 mencapai 1.163 ton dengan nilai US$ 986.163, sedangkan tahun 2005 mencapai 421,126 ton dengan nilai US$ 513.855.  Ekspor ubur-ubur dari Jambi ke Malaysia dan Singapura pada tahun 2006 mencapai 3,750 ton dengan nilai US$ 18.750, sementara itu ekspor ubur-ubur dari Kabupaten Banyuasin Sumatera Selatan ke negara Hongkong dan Taiwan pada tahun 2006 mencapai 40 ton dan tahun 2007 mencapai 50 ton.  

Cilacap, salah satu sentra produksi ubur-ubur
Menurunnya intensitas hujan  telah  menjadikan  ubur-ubur banyak bermunculan  di berbagai daerah termasuk  sekitar perairan pantai Cilacap. Musim ubur-ubur di Cilacap biasanya terjadi pada bulan September–Nopember, sehingga banyak nelayan mengalihkan tangkapan dari ikan ke ubur-ubur. Cilacap merupakan salah satu wilayah pesisir selatan pulau Jawa yang langsung berhadapan dengan Samudera Hindia sehingga memiliki potensi perikanan yang cukup besar diantaranya adalah ubur-ubur yang muncul satu tahun sekali.  
Nelayan di wilayah Cilacap menangkap ubur-ubur dengan menggunakan perahu jenis fiber dan compreng yang dilengkapi dengan alat tangkap jaring, sedangkan pada saat puncak nelayan menangkap ubur-ubur hanya dengan menggunakan gayung. Satu perahu fiber dapat mengangkut sekitar 1 (satu) ton ubur-ubur, sedangkan perahu jenis compreng dapat mengangkut 2-3 ton. Dalam satu hari, nelayan dapat  melaut  dua sampai tiga kali, hal ini karena lokasi tangkapannya berada disekitar perairan pantai seperti pantai Jetis, Binangun, Srandil, Teluk Penyu, Logending dan Nusakambangan.
Pada saat musim puncak, hasil tangkapan ubur-ubur basah dari nelayan Cilacap dapat  mencapai sekitar 500-800 ton per hari. Tingginya produksi ubur-ubur di Cilacap telah menguntungkan nelayan, pekerja pengolah ubur-ubur, para kuli bongkar dan pedagang musiman yang berjualan disekitar lokasi bongkar maupun pabrik pengolah ubur-ubur.

Pengolahan ubur-ubur
Proses pengolahan ubur-ubur basah menjadi ubur-ubur kering yang siap ekspor banyak dilakukan oleh pedagang pengumpul dan pengolah ubur-ubur di Cilacap dengan jumlah  sekitar 10 pengusaha. Pengeringan ubur-ubur yang siap ekspor adalah dimulai dengan perendaman ubur-ubur basah dengan air selama beberapa hari untuk menghilangkan lendir dan racun. Setelah itu, dilakukan pemisahan antara kaki dengan topi ubur-ubur; pencucian dengan menggunakan tawas; pemberian garam; kemudian peletakan pada rak dan penutupan dengan karung sampai kering. Proses pengolahan ubur-ubur basah sampai menjadi kering dapat berlangsung 7 hari, sedangkan untuk ubur-ubur yang setengah kering (SK) sekitar 5 hari. Dari berat kaki ubur-ubur sebesar 1 kg  basah setelah dilakukan pengeringan tinggal 6-7 % (60-70 gram) dari berat awal, sedangkan rendemen  topi ubur-ubur kering  sekitar 3- 4 %  dari berat awal.

Pemasaran ubur-ubur
            Ubur-ubur basah hasil tangkapan nelayan dijual ke pedagang pengumpul dan pengolah dengan harga sekitar Rp. 600,- /kg - Rp. 800 ,-/kg untuk ubur-ubur muda, sementara untuk ubur-ubur yang tua harganya sekitar Rp. 1.000,-/kg – Rp. 1.500,-/kg.   Ubur-ubur yang telah dikeringkan, biasanya di pasarkan ke pengekspor yang berada di sekitar Cilacap maupun ke Jakarta dan kemudian dilakukan ekspor ke Jepang, Taiwan, China, Korea, Hongkong dan Singapura. Di negara pengimpor, ubur-ubur banyak dimanfaatkan sebagai bahan makanan, obat-obatan dan kosmetik. Harga ubur-ubur kering ditingkat pengekspor dapat mencapai Rp. 30.000,- /kg, sementara untuk yang setengah kering dapat mencapai Rp. 28.000,-/kg.

Kendala pengolahan ubur-ubur
Permasalahan yang dihadapi selama ini adalah penduduk yang tinggal disekitar lokasi pengolahan sering mengeluhkan bau busuk yang bersumber dari pabrik ubur – ubur. Untuk mengatasi masalah tersebut pemerintah daerah setempat cukup bijaksana yakni melalui pertemuan antara pengusaha dengan penduduk. Disatu sisi penduduk membutuhkan lapangan kerja, namun disisi lain merekapun tidak nyaman hidup dengan bau busuk yang menyengat. Untuk itu sementara diputuskan agar pengusaha hanya mengolah ubur – ubur setengah jadi hingga produk akhir. Artinya, pengolahan awal dilakukan di lokasi lain yang jauh dari pemukiman penduduk.
Teknologi yang digunakan untuk pengolahan ubur-ubur ini cukup sederhana dan tidak memerlukan investasi yang besar, jumlah tenaga kerja tersedia dengan  upah yang relative masih rendah sesuai dengan pendidikan dan keterampilan yang diperlukan, dan permintaan pasar domestik maupun inetrnasional cukup besar, sehingga usaha dibidang pengolahan ubur-ubur ini mempunyai peluang yang besar untuk dikembangkan.




Thursday, February 04, 2016

Kodok, Pasokannya Semakin Berkurang


Peluang pasar kodok
Keberadaannya menjadi salah satu parameter kondisi lingkungan, tetapi rasanya yang enak menjadikan kodok juga diburu sebagai salah satu bahan pangan. Terlepas dari ketentuan suatu agama tertentu, kodok merupakan komoditas perikanan yang potensial, baik untuk konsumsi dalam negeri maupun ekspor. Hewan ini sangat digemari, terutama di negara-negara Eropa, Amerika dan beberapa negara Asia. Ekspor paha kodok dari Indonesia telah dilakukan ke negara-negara diantaranya Belgia, Inggris, Belanda, Perancis, Spanyol, Jepang, Amerika Serikat, Korea, Malaysia, Hongkong, Taiwan, Singapura dan Kanada.
Budidaya kodok telah dilakukan di beberapa negara, baik negara tropis maupun beriklim sub tropis. Tercatat negara-negara Eropa yang telah membudidayakan kodok antara lain: Perancis, Belanda, Belgia, Albania, Rumania, Jerman Barat, Inggris, Denmark, Yunani, Amerika Serikat dan Meksiko, sedangkan di Asia meliputi China, Bangladesh, Indonesia, Turki, India dan Hongkong.
Di Indonesia, sumber pasokan kodok berasal dari tangkapan alam dan budidaya. Sentra produksi kodok meliputi wilayah Sumatera Utara, Riau, Sumatera Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Bali. Sementara itu, budidaya kodok terutama jenis kodok lembu  telah banyak dilakukan di wilayah Klaten Jawa Tengah, Malang Jawa Timur, Sukabumi Jawa Barat dan  Badung Bali. Uni Eropa beberapa tahun yang lalu pernah mempertanyakan pasokan kodok dari Indonesia karena ukurannya cenderung mengecil. Hal ini terkait dengan isu lingkungan, karena jika pasokan kodok berasal dari hasil tangkapan di alam, berarti populasinya telah semakin berkurang.

Sejarah dan Jenis-jenis kodok
Sejarah kodok tidak diketahui asalnya dan hampir ditemukan di mana-mana, karena kemampuannya untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungan sekitarnya. Kodok yang banyak dibudidayakan di Indonesia yaitu kodok lembu atau bullfrog (Rana catesbeiana) berasal dari Taiwan, meskipun kodok itu semula berasal dari Amerika Selatan. Kodok lembu merupakan salah satu komoditas andalan perikanan untuk tujuan ekspor. Kodok lembu mempunyai beberapa kelebihan diantaranya cepat menyesuaikan lingkungan buatan, lebih jinak dan ukurannya lebih besar daripada kodok lokal.
Kodok tergolong dalam ordo Anura, yaitu golongan amfibi yang tidak memiliki ekor. Pada ordo Anura terdapat lebih dari 250 genus yang terdiri dari 2600 spesies. Sementara itu, terdapat 4 jenis kodok asli Indonesia yang dapat dikonsumsi oleh masyarakat  yaitu:
  1. Rana Macrodon (kodok hijau), yang berwarna hijau dan dihiasi totol-totol coklat kehijauan dan ukurannya  mencapai hingga 15 cm.
  2. Rana Cancrivora (kodok sawah ), hidup di sawah-sawah dan badannya dapat mencapai 10 cm, badan berbercak coklat dibadannya.
  3. Rana Limnocharis (kodok rawa), mempunyai daging yang rasanya paling enak, ukurannya hanya 8 cm.
  4. Rana Musholini (kodok batu/raksasa) mencapai berat sekitar 1.5 kg dan panjang  22 cm.

Pemasaran Kodok

Proses pengolahan kodok hijau menjadi paha kodok atau swike yaitu kodok hidup dipotong kepala, kulit dikupas, isi perut dan jari kaki dibuang sehingga tinggal setengah badan dari punggung ke paha. Pengolahan kodok biasanya dilakukan dua kali yaitu  pada pukul 07.00-09.00, kemudian pukul 13.00 -15.00 WIB.
Jenis kodok yang biasa dijual adalah kodok batu dan kodok hijau yang berasal dari tangkapan. Pengangkutan kodok biasanya dilakukan pada pagi dan sore hari dengan tujuan untuk menjaga kodok agar tetap hidup. Pasokan kodok hidup dilakukan dengan membeli ke pedagang pengumpul yang berasal dari Purwakarta, Majalengka, Cianjur, Garut, Sumedang dan wilayah sekitar Bandung. Jalur distribusi kodok di Kota Bandung dapat diilustrasikan sebagai: pemburu kodok menjual ke pedagang pengumpul; pedagang pengumpul menjual ke pengolah kodok; kemudian pengolah kodok menjual hasil olahannya ke warung makan yang terdapat di Kota Bandung. Sementara itu, jenis kodok batu biasanya langsung dijual dalam keadaan hidup ke pasar tradisional maupun rumah makan, sedangkan kodok hijau terlebih dahulu diolah  yaitu dikuliti dan dibersihkan isi perutnya. Bagian dari kodok yang dikonsumsi adalah paha kodok atau swike. 
Kapasitas produksi pada saat musim puncak kodok yaitu bulan Maret-Oktober  sekitar 100 kg kodok hidup menjadi paha kodok sekitar 50-60 kg, sedangkan pada musim paceklik sekitar 25 kg kodok hidup menjadi paha kodok atau swike sekitar 15 kg.  Harga kodok batu dalam keadaan hidup sekitar Rp. 25.000,-/kg berisi 10-15 ekor, sedangkan jenis kodok hijau sekitar Rp. 12.000,-/kg, namun setelah diolah menjadi swike harganya menjadi Rp. 30.000,-/kg.
Di Kota Semarang, pusat penjualan paha kodok terdapat di Jl. Imam Bonjol yang mulai beroperasi pada pukul 05.00 sampai pukul 06.00. Jumlah pedagang 7 orang dengan volume penjualan rata-rata sekitar 50-200 kg per hari per pedagang. Pedagang kodok ini sebagian besar berasal dari Demak, sedangkan pasokan kodok berasal dari Solo, Salatiga, Ungaran, Kendal dan Temanggung.  Setelah melakukan aktifitas di Jl. Imam Bonjol, pedagang kemudian menjual paha kodok ke Pasar Pecinan Gang Baru.  Pedagang tersebut menerima kodok dengan kondisi sudah dikuliti, kemudian dilakukan pemisahan ukuran dan pemotongan antara bagian paha dengan tembolok.  Bagian tembolok pun dijual sengan harga Rp 5000,-/kg.
Harga kodok di Kota Semarang relatif bervariasi tergantung ukurannya. Untuk kodok ukuran kecil dijual seharga Rp 10.000 – Rp 12.000/kg, ukuran sedang Rp 12.000 – Rp 16.000/kg, ukuran besar Rp 17.000 – Rp 21.000/kg, sedangkan ukuran super besar dijual sekitar Rp. 23.000,-/kg. Kodok ukuran super besar terdapat 4, 9 atau 12 ekor per kilogram,   kodok ukuran sedang sekitar 22 ekor/kg dan kodok ukuran kecil berisi 36 ekor.  Selain itu,   terdapat warung makan swike yang mampu menjual sekitar 10-25 kg perhari dengan pasokan   berasal dari Purwodadi.

Menu masakan berbahan baku kodok
Paha kodok hasil olahan biasanya dijual ke restoran atau warung makan yang kemudian   dimasak  menjadi swike goreng tepung, swike goreng mentega, kuah tauco swike. Dalam satu malam, penjualan paha kodok dapat mencapai 50 kg yang terbagi dalam 4  abang warung tenda. Harga menu masakan  berbahan baku dari paha kodok di warung tenda cukup bervariasi, untuk menu kuah tauco swike sekitar Rp 14.000,- per porsi, sedangkan  swike goreng tepung dan goreng mentega sekitar Rp. 15.000,- per porsi.  

Manfaat kodok
Hewan amfibi seperti kodok  memiliki manfaat bagi manusia dan lingkungan, baik sebagai bahan makanan yang diekspor ke mancanegara, hewan peliharaan dan bahkan dijadikan bahan percobaan di bidang medis  dan kimia. Selain rasanya enak, kandungan gizi yang cukup tinggi, daging kodok juga dipercaya dapat menyembuhkan beberapa penyakit. Kandungan gizi paha kodok per 100 gr yaitu protein sekitar 16,4 gr; lemak 0,3 gr; abu 1,4 gr; kalori 73 kkal per 100 gr/ 3,5 oz  ; dan air 81,9 gr.
Selain itu, limbah kodok yang tidak dipakai sebagai bahan makanan manusia dapat dimanfaatkan sebagai pakan ikan lele. Sementara itu, kulit kodok yang telah terlepas dari badannya dapat diproses menjadi kerupuk kulit kodok, sedangkan kepala kodok yang sudah terpisah dapat diambil kelenjar hipofisanya dan dimanfaatkan untuk merangsang kodok dalam proses pembuahan buatan.
 Sementara itu, dari sisi ekologi kodok berfungsi sebagai indikator keseimbangan alam dan keberadaannya merupakan salah satu pendukung penting dalam siklus mata rantai makanan. Beberapa jenis kodok yang hidup di sawah berfungsi sebagai predator  rayap dan jenis hama pertanian lainnya. Di negara maju seperti Amerika Serikat, Eropa dan Kanada, eksistensi kodok saat ini menjadi parameter utama untuk melihat baik atau buruknya kondisi lingkungan hidup mengingat satwa tersebut sangat peka terhadap perubahan.
Apabila kodok bentuk fisiknya sudah berubah seperti ada yang buntung, kakinya enam dan tanda-tanda tidak normal lainnya, hal ini menunjukan bahwa kondisi lingkungan disekitarnya sudah buruk. Meskipun di Indonesia belum cukup signifikan ditemui adanya degradasi fisik pada kodok dalam jumlah besar, namun apa yang ditemui di Eropa, Amerika Serikat dan Kanada itu harus menjadi sinyal serius untuk diantisipasi di Indonesia. Fenomena terjadinya keanehan-keanehan pada kodok semacam itu, harus dijadikan peringatan dini dalam menjaga keseimbangan eksosistem lingkungan. 

Nasib kodok, diantara dua pilihan
Nasib kodok alam adalah pilihan bersama, dilestarikan sebagai penjaga keseimbangan alam atau diburu sebagai komoditas yang menjanjikan. Sebagian besar masyarakat Indonesia masih beranggapan bahwa kodok merupakan hewan amfibi yang berbahaya, menjijikkan, beracun dan hanya mengenal sedikit jenisnya, padahal satwa amfibi ini jenisnya beranekaragam, unik dan bahkan cantik. Saat ini ketersediaan kodok di alam semakin langka akibat pemburuan besar-besaran untuk dikonsumsi manusia. Padahal disisi lain, keberadaan amfibi ini dapat dijadikan bio-indikator untuk mengetahui tingkat pencemaran lingkungan. Hal ini menuntut perhatian lebih sehingga penangkapan kodok  dapat dibatasi.